Tuesday, October 30, 2018

Semantic Network Pada Materi Kimia (Asam Basa)

  16 comments
Semantic Network Pada Materi Kimia  (Asam Basa)

Pengertian Semantik  Secara etimologis, arti semantik berasal dari kata Yunani sema yang merupakan kata benda yang berarti 'tanda' atau 'simbol' dan samaino (kata kerja) yang memiliki arti "tanda" atau "melambangkan". Sedangkan istilah semantik dalam terminologi adalah studi tentang simbol atau tanda yang mengungkapkan makna, hubungan makna satu sama lain, dan hubungan antara kata-kata dengan konsep atau makna kata.

Semantic network adalah reprentasi yang mengekspresikan solusi permasalahan dengan menggunakan network (graph berarah).Didalamnya digunakan node  (simpul) untuk mereprentasikan suatu kondisi dan arc (link) untuk merepresentasikan relasi antar simpul.

  • Lexically, didalamnya terdapat node (simpul), link dan batasan-batasan khusus dari permasalahan.
  • Structurally, masing-masing link akan terkoneksi dari simpul yang paling depan (head node) sampai simpul yang paling belakang (tail node)
  • Semantically, semua simpul dan link merepresentasikan permasalahan tetap berada  dalam batasannya

Berikut merupakan jaringan semantik dari materi asam dan basa 




Berdasarkan pengembangan teknologi tersebut. menurut pendapatmu seberapa efektifkah inovasi yg saya buat untuk pembelajaran kimia pada materi asam basa tersebut? apa saja yang perlu ditambahkan dalam melengkapi pembelajaran kimia? berilah masukan terhadap perkembangan teknologi buatan dan ssemantik untuk kemajuan pembelajaran kimia?
terimakasih 

Monday, October 22, 2018

Trend Artificial Inteligensi untuk pembelajaran kimia

  16 comments

Artificial Intelligence (AI) Kecerdasan Buatan adalah bagian dari ilmu komputer. Dengan penelitian dan pengembangan kecerdasan buatan, ia berusaha untuk tidak hanya mensimulasikan tetapi untuk melengkapi pemikiran manusia dengan program komputer belajar mandiri. AI sudah banyak digunakan dalam bisnis, misalnya, dalam algoritma RankBrain Google. Istilah “jaringan saraf” dan “pembelajaran mendalam” terkait erat dengan pengembangan kecerdasan buatan.

Sejarah

Sejarah kecerdasan buatan dimulai pada pertengahan 1950-an di AS. Pada konferensi ilmiah di Dartmouth, M. Minsky, J. McCarthy, A. Newell, dan HA Simon adalah yang pertama kali berbicara tentang “kecerdasan buatan.” Definisi yang sering dikutip untuk kecerdasan buatan diberikan oleh salah satu pendiri dari subjek, Marvin Minsky, pada tahun 1966: “Kecerdasan Buatan adalah ilmu membuat mesin melakukan hal-hal yang akan membutuhkan kecerdasan jika dilakukan oleh manusia.” Jadi, ditentukan bahwa kecerdasan buatan adalah ilmu dan kedua bahwa mesin dapat mengambil alih pekerjaan manusia yang membutuhkan kecerdasan manusia.
Produk pertama kecerdasan buatan adalah pemecah masalah umum dari para peneliti Newell, Shaw, dan Simon dari tahun 1960-an. Perangkat ini bisa memecahkan masalah sederhana. Namun, hasil penelitian aparat tidak dapat digeneralisasikan. Pada akhir 1960-an, program lain ditulis dengan ELIZA. Dalam hal ini, Joseph Weizenbaum, seorang peneliti MIT, menyimulasikan sesi terapi.

Pada tahun-tahun berikutnya ilmu pengetahuan yang masih muda terus dikembangkan, yang dihasilkan oleh MYCIN pada awal tahun 1970-an dalam sistem inovatif lain berdasarkan AI. The MYCIN mampu membantu dokter dengan diagnosa.

Kemajuan sistem dengan kecerdasan buatan telah dipicu oleh kemampuan memori yang terus meningkat dan kinerja prosesor komputer. Sorotan lain adalah superkomputer “Deep Blue” milik IBM, yang dikembangkan pada tahun 1990-an. Sistem ini tidak lagi hanya berdasarkan masukan manusia, tetapi bisa juga belajar dengan sendirinya. Komputer mampu memainkan permainan catur pada tahun 1997 dengan juara dunia saat itu. Setelah enam pertandingan, komputer menang.

Dengan semakin pentingnya Internet, kemungkinan penerapan AI juga telah tumbuh. Pada tahun 2016, Microsoft ingin meluncurkan akun Twitter, yang hanya didasarkan pada kecerdasan buatan. Namun pada saat yang sama, sistem ini menunjukkan batas-batas AI. Setelah waktu yang singkat, akun tersebut hanya mempublikasikan tweet dan tweet rasis yang ditujukan untuk perempuan. Kinerja pembelajaran dari akun tersebut mungkin dimanipulasi oleh tindakan terkoordinasi. Microsoft menutup akun untuk publik hanya setelah satu hari.

Raksasa mesin pencari Google menyebabkan kehebohan ketika seorang karyawan melaporkan pada bulan Oktober bahwa Google menggunakan kecerdasan buatan untuk menjawab pertanyaan pencarian. [1]. Google menyebut sistem AI-nya “Pangkat Otak.” Pada bulan Maret 2016, Google mengumumkan secara terbuka bahwa “Pangkat Otak” adalah salah satu dari tiga faktor peringkat yang paling penting. [2]
Turing test

“Turing test” memainkan peran penting dalam menentukan kecerdasan buatan. Tes yang dikembangkan oleh matematikawan Inggris Alan Turing pada awal 1950-an didasarkan pada fakta bahwa seseorang berkomunikasi secara paralel dengan mesin dan orang lain melalui semacam program obrolan.

Prasyaratnya adalah bahwa tidak ada kontak visual atau audio. Jika orang yang diuji setelah “percakapan” tidak dapat menentukan apakah pasangan percakapan mereka adalah orang atau mesin, mesin tersebut dianggap cerdas. Sampai hari ini, para ilmuwan berasumsi bahwa kecerdasan buatan saat ini tidak akan dapat sepenuhnya lulus uji.

Latar Belakang

Definisi kecerdasan buatan didasarkan pada gagasan bahwa kecerdasan manusia adalah jumlah dari perhitungan yang berbeda. Pria Berpikir telah dianggap sebagai mesin sejak zaman Pencerahan.

Kecerdasan buatan itu sendiri diproduksi dengan cara yang berbeda.
  • Pengenalan pola: Sistem AI mengenali pola dan dapat melakukan tindakan yang tepat.
  • Akses ke basis pengetahuan yang luas: Beberapa sistem AI diberi banyak pengetahuan. Sistem ini menggunakan solusi atau jawaban dari kumpulan data ini ketika mencari jawaban atau solusi.
  • Prediksi pola: Dengan menghitung probabilitas, sistem AI tertentu dapat bereaksi terhadap pola yang mungkin di masa depan.
Secara keseluruhan, kecerdasan buatan saat ini didasarkan pada pemrosesan data dalam jumlah sangat besar, yang disebut data besar. Bentuk paling modern dari kecerdasan buatan menggunakan jaringan saraf tiruan dan mengembangkan sistem belajar mandiri dalam bentuk pembelajaran mesin.

Uniknya Artificial Intelligence (AI) / Kecerdasan Buatan
AI (Artificial Intelligence) atau Kecerdasan Buatan merupakan salah satu cabang ilmu computer yang mempelajari bagaimana cara membuat sebuah mesin cerdas, yaitu mesin yang mempunyai kemampuan untuk belajar dan beradaptasi terhadap sesuatu.
Jika diartikan tiap kata, artificial artinya buatan, sedangkan intelligence adalah kata sifat yang berarti cerdas. Jadi artificial intelligence maksudnya adalah sesuatu buatan atau suatu tiruan yang cerdas. Cerdas di sini kemungkinan maksudnya adalah kepandaian atau ketajaman dalam berpikir, seperti halnya otak manusia dalam menyelesaikan suatu masalah.
Tujuan dari riset-riset Artificial Intelligence (AI) / Kecerdasan Buatan adalah bagaimana membuat sebuah mesin bisa berfikir sama halnya dengan manusia yang bisa berfikir. AI digunakan untuk menjawab problem yang tidak dapat diprediksi dan tidak bersifat algoritmik atau prosedural. Sampai saat ini, para peneliti di bidang AI masih banyak menyimpan pekerjaan rumah mereka disebabkan kompleksitas penelitian di bidang Artificial Intelligence (AI) / Kecerdasan Buatan serta faktor dukungan teknologi untuk merealisasikannya. Karena area cakupan yang luas, Artificial Intelligence (AI) / Kecerdasan Buatan dibagi lagi menjadi subsub bagian di mana sub-sub bagian tersebut dapat berdiri sendiri dan juga dapat saling melengkapi satu dengan lainnya.
4 Dasar Kategori di Konsep dasar Ai(Kecerdasan Buatan)
1. Acting Humanly
Acting humanly ialah system yang melakukan pendekatan dengan menirukan tingkah laku seperti manusia yang dikenalkan pada tahun 1950 degan cara kerja pengujian melalui teletype yaitu jika penguji (integrator) tidak dapat membedakan yang mengintrogasai antara manusia dan computer maka computer tersebut dikatakan lolos(menjadi kecerdasan buatan).
2. Thinking Humanly
Yaitu system yang dilakukan dengan cara intropeksi yaitu penangkapan pemikiran psikologis
Manusia pada computer,hal ini sering diujikan dengan neuron ke neuron lainnya atau sel otak dengan sel otak lainnya cara pembelajarannya yaitu melalui experiment-experimen.
3. Thinking Rationaly
Ini merupakn system yang sangat sulit ,karena sering terjadi kesalah dala, prinsip dan prakteknya,system ini dikenal dengan penalaran komputasi.
4. Actng Rationaly
Yaitu system yang melakukan aksi dengan cara menciptakan suatu robotika cerdas yang menggantikan tugas manusia.
Disiplin Ilmu AI
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa AI merupakan salah satu cabang Ilmu Komputer. Tapi karena kompleksitas area AI maka dibuat sub-sub bagian yang dapat berdiri sendiri dan dapat saling bekerja sama dengan sub bagian lain atau dengan disiplin ilmu lain. Berikut ini beberapa cabang ilmu sub bagian dari AI :
1. Natural Languange Processing (NLP)
Natural Languange Processing (NLP) atau Pemrosesan Bahasa Alami, merupakan salah satu cabang AI yang mempelajari pembuatan sistem untuk menerima masukan bahasa alami manusia. Dalam perkembangannya, NLP berusaha untuk mengubah bahasa alami komputer (bit dan byte) menjadi bahasa alami manusia yang dapat kita mengerti. NLP merupakan ilmu dasar yang dapat dijadikan jembatan untuk membuat komunikasi antara mesin dengan manusia.
2. Expert System (ES)
Expert System (ES) atau Sistem Pakar, merupakan salah satu cabang AI yang mempelajari pembuatan sebuah sistem yang dapat bekerja layaknya seorang pakar. ES dapat menyimpan pengetahuan seorang pakar dan memberikan solusi berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya tadi. ES juga merupakan salah satu cabang AI yang sering melakukan kerja sama dengan disiplin ilmu lain karena sifatnya yang dapat menyimpan pengetahuan.
3. Pattern Recognition (PR)
Pattern Recognition (PR) atau Pengenalan Pola, merupakan salah satu cabang AI yang mempelajari pembuatan sebuah sistem untuk dapat mengenali suatu pola tertentu. Misalnya sistem PR untuk mengenali huruf dari tulisan tangan, walaupun terdapat perbedaan penulisan huruf A dari masing-masing orang tetapi PR dapat mengenali bahwa huruf tersebut adalah huruf A. Beberapa aplikasi dari PR antara lain : voice recognition, Fingerprint Identification, Face Identification, Handwriting Identification, Optical Character Recognition, Biological Slide Analysis, Robot Vision dan lainnya.
4. Robotic
Robotic atau Robotika, merupakan salah satu cabang AI yang menggabungkan cabang-cabang AI yang lain termasuk ketiga cabang di atas untuk membentuk sebuah sistem robotik. Keempat cabang AI di atas merupakan cabang umum yang banyak dipelajari, masih banyak cabang-cabang AI yang lainnya. Seiring perkembangan riset dalam AI, dapat dimungkinkan akan muncul cabang-cabang baru yang melengkapi unsur AI sehingga AI menjadi sebuah sistem lengkap dan akan mencapai goal-nya yang sampai sekarang masih belum sempurna.
Aplikasi Artificial Intelligence
Berikut ini beberapa contoh-contoh aplikasi AI yang sudah diterapkan dan memberikan sumbangsih yang cukup diperhitungkan dalam kemajuan teknologi. Kebanyakan aplikasi AI yang banyak dipakai diambil dari bidang Expert System, diantaranya adalah :
a. Bidang Pertanian
Pada bidang Pertanian, dibuat ES untuk memprediksi kerusakan pada jagung yang disebabkan oleh ulat hitam dan memberikan konsultasi untuk mendiagnosa kerusakan pada kacang kedelai dengan menggunakan pengetahuan tentang gejala kerusakan dan lingkungan tanaman.
b. Bidang Kimia
Pada bidang Kimia, dibuat ES untuk menganalisa struktur DNA dari pembatasan segmentasi data enzim dengan menggunakan paradigmagenerate & test.
c. Bidang Sistem Komputer
Pada bidang Sistem Komputer, dibuat ES untuk membantu operator komputer untuk monitoring dan mengontrol MVS (multiple virtual storage) sistem operasi pada komputer mainframe IBM.
d. Bidang Elektronik
Pada bidang Elektronik, dibuat ES untuk mengidentifikasi masalah pada jaringan telepon, ES untuk simulasi perancangan DLC (digital logic circuits) dan mengajari pelajar bagaimana cara mengatasi masalah pada sirkuit elektronik.
e. Bidang Hukum
Pada bidang Hukum, dibuat ES untuk membantu para auditor profesional dalam mengevaluasi potensi kegagalan pinjaman klien berdasarkan sejarah pinjaman, status ekonomi, kondisi piutang.
f. Bidang Militer
Pada bidang Militer, dibuat ES untuk membantu menganalisa perkiraan situasi pertempuran, memberikan interpretasi taktik laporan sensor intelijen dan memberikan rekomendasi alokasi senjata kepada komandan militer pada saat situasi perang.
Di atas merupakan beberapa contoh dari AI yang sudah diaplikasikan dalam beberapa bidang. Masih banyak aplikas-aplikasi AI yang tidak mungkin disebutkan semua di sini. Beberapa contoh di atas sudah dapat memberikan gambaran bahwa cakupan Artificial Intelligence (AI) / Kecerdasan Buatan tidak hanya dibidang ilmu komputer tetapi bisa bekerja sama dengan bidang lain untuk menciptakan sebuah sistem yang saling mendukung.
Contoh kecerdasan buatan
  1. IBM Deep Blue: Superkomputer IBM telah memainkan beberapa permainan catur melawan juara dunia.
  2. Cortana: Kontrol suara Microsoft didasarkan pada AI.
  3. Siri: Kontrol suara Apple dapat menanggapi pertanyaan dan melakukan tugas untuk penggunanya.
  4. Echo: Kontrol suara Amazon dapat menempatkan pesanan secara independen.
  5. DeepText: AI Facebook menganalisis email dan pembaruan status.
  6. Bursa kalkulator atau laporan stok: Program digunakan untuk menghitung probabilitas nilai tukar. Laporan pasar saham sudah dibuat oleh sistem AI di beberapa rumah media.
  7. Kantor: Di AS, sistem AI sudah digunakan untuk mencari email, surat dan teks hukum, untuk mengembangkan kontrak secara mandiri.
Sistem Informasi Berbasis Artificial Intelligence
Untuk mendukung hal tersebut digunakan sistem informasi dengan basis komputer dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang dapat membantu kita dalam mendapatkan informasi yang kita inginkan dari data yang mendukung, walaupun tanpa bantuan secara langsung dari ahli sehingga lebih efisien. Kecepatan dan keakuratan mengolah data menjadi informasi yang berarti menjadi hal yang sangat penting. Selain cepat dan akurat, kualitas informasi yang dibutuhkan juga tak kalah penting. Saat ini terdapat Sistem Informasi Berbasis Komputer atau Computer Based Information System (CBIS) dan Artificial Intelligence yang dapat membantu kita dalam mengolah data menjadi informasi yang kita butuhkan. Berikut ini penjelasannya:
1. Sistem Informasi Berbasis Komputer
Sistem Informasi Berbasis Komputer atau Computer Based Information System (CBIS)merupakan suatu sistem pengolah data menjadi sebuah informasi yang berkualitas dan dipergunakan untuk suatu alat bantu pengambilan keputusan. Dalam Sistem Informasi Berbasis Komputer, komputer memainkan peranan yang penting dalan suatu sistem pembangkit informasi. Dengan integrasi yang dimiliki antar subsistemnya, sistem informasi akan mampu menyediakan informasi yang berkualitas, tepat, cepat dan akurat sesuai dengan kebutuhan. Komponen-komponen yang ada dalam Sistem Informasi Berbasis Komputer adalah perangkat keras, perangkat lunak, database, telekomunikasi, dan manusia (user).
Pemanfaatan Sistem Informasi Berbasis Komputer pada perusahaan akan membantu dalam mengenalkan produk, sehingga mempermudah pemasaran. Terdapat beberapa Sistem Informasi Berbasis Komputer yang digunakan, dua di antaranya akan dijelaskan dalam tulisan ini yaitu, Sistem Pakar dan Sistem Pengambilan Keputusan.

a. Sistem Pakar
Sistem pakar atau Expert System (ES) adalah sebuah sistem informasi yang memiliki intelegensia buatan (Artificial Intelegent) yang menyerupai intelegensia manusia. Sistem pakar bertujuan untuk menyediakan dukungan pemecahan masalah tingkat tinggi untuk pemakai dengan cara yang efektif. Sistem pakar memiliki kemampuan untuk menjelaskan alur penalarannya dalam mencapai suatu pemecahan tertentu. Sangat sering terjadi penjelasan cara pemecahan masalah ternyata lebih berharga dari pemecahannya itu sendiri. Dengan sistem pakar ini, orang awam pun dapat menyelesaikan masalah yang cukup rumit yang sebenarnya hanya dapat diselesaikan dengan bantuan para ahli. Bagi para ahli, sistem pakar ini juga akan membantu aktivitasnya sebagai asisten yang sangat berpengalaman.
Contoh Aplikasi Sistem Pakar
  1. MYCIN : Membantu petugas medis dalam mendiagnosa penyakit yang disebabkan bakteri.
  2. DENDRAL : Mengidentifikasi struktur molekular campuran yang tak dikenal.
  3. XCON & XSEL : Membantu konfigurasi sistem komputer besar.
  4. SOPHIE : membantu dalam analisis sirkuit elektronik.
  5. PROSPECTOR : Digunakan di dalam geologi untuk membantu mencari dan menemukan deposit.
  6. FOLIO : Menbantu memberikan keputusan bagi seorang manajer dalam hal stok broker dan investasi.
  7. DELTA : Membantu dalam pemeliharaan lokomotif listrik disel.
b. Sistem Pengambilan Keputusan
Sistem Pengambilan Keputusan atau Decision Support System (DSS) adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Sistem pengambilan keputusan merupakan sebuah sistem yang memberikan pertimbangan kepada bagian manager sampai ke direktur atau pemilik saham dalam perusahaan, untuk memutuskan sebuah kebijakan tertentu dalam perusahaan. Menurut Bonczek, R.H, C.W. Holsapple dan A.B. Whinston, DSS sebagai sistem berbasis komputer yang terdiri dari tiga komponen yang saling berinteraksi : sistem bahasa (mekanisme untuk memberikan komunikasi antara pengguna dan komponen DSS lain), sistem pengetahuan (repository pengetahuan domain masalah yang ada pada DSS entah sebagai data atau sebagai prosedur), dan sistem pemrosesan masalah (hubungan antara dua komponen lainnya, terdiri dari satu atau lebih kapabilitas manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan).
Contoh Aplikasi Sistem Pengambilan Keputusan (DSS)
Institutional DSS: Membantu dalam perencanaan strategis perusahaan.
Ad hoc DSS: untuk masalah & situasi tertentu
Industrial DSS: Airline DSS, Real Estate DSS
GIS (Geographic Information Systems) : merupakan DSS yang mendukung keputusan menyangkup distribusi geografis dari sumber daya.

2. Artificial Intelligence
Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, secara luas diartikan sebagai cabang ilmu komputer yang berhubungan dengan pengembangan komputer (perangkat keras) dan program-program komputer (perangkat lunak) yang mampu meniru fungsi kognisi manusia. (Solso, 2008)
Contoh Aplikasi Artificial Intelligence
ELIZA : Program yang dapat mengambil peran seperti seorang psikiater, namun untuk kasus-kasus tertentu tidak dapat digunakan dan tetap harus dengan psikiater.
PARRY : Program simulasi komputer yang bertindak sebagai pasien yang akan diajak bicara oleh psikiater (kebalikan dari program ELIZA)
NETtalk : Program yang dapat membaca tulisan dan mengucapkan kata.
(Solso, 2008)

Keterbatasan kecerdasan buatan
Sama membantu seperti kecerdasan buatan, banyak bahaya dan masalah dapat muncul melalui AI juga. Itulah sebabnya para peneliti terus berusaha mengidentifikasi risiko menggunakan sistem belajar mandiri.

Pada Maret 2016, para peneliti Google merumuskan pertanyaan spesifik tentang kecerdasan buatan. [3] Mereka ingin mengklarifikasi kemungkinan risiko keamanan mesin cerdas. Sebagai contoh, para ilmuwan mempertanyakan bagaimana efek samping negatif dari pekerjaan mesin dapat dihilangkan. Selain itu, para peneliti menginginkan jawaban atas pertanyaan tentang bagaimana AI dapat dengan aman menjelajahi lingkungannya tanpa membahayakan oran
Kesimpulan
Baik Sistem Informasi Berbasis Komputer maupun Artificial Intelligence merupakan hasil dari kemajuan teknologi komputer yang diciptakan guna membantu pekerjaan manusia. Keduanya dapat digunakan dalam pengolahan data untuk diproses melalui program-program yang dibuat, sehingga mampu menyajikan informasi yang relevan bagi pengguna secara efektif. Peran ahli dapat digantikan sehingga dapat membantu penyelesaian masalah bagi orang awam sekalipun. Meskipun memudahkan dalam menyelesaikan masalah tanpa bantuan ahli, namun dalam beberapa kasus, penyajian informasi akan bermanfaat setelah pengkajian lebih dalam dari beberapa ahli. Pada Sistem Pakar alur penyelesaian masalah terdapat penjelasan mengenai alur penalaran hingga menghasilkan informasi, tetapi tidak pada Sistem Pengambilan Keputusan. Sistem Pakar sendiri merupakan salah satu cabang dari Artificial Intelligence.

Untuk aplikasiannya dalam pembelajaran kimia yaitu pembelajran berbasis Quipper, dan yang terbarunya sekarang adanya ruang guru. untuk kedepannya mungkin saja pembelajaran menggunakan robot manusia untuk mengganti guru dikelas. bisa juga menggunakan gabungan virtual Reality dan augmented reality seprti pada game pokemon, namun hal ini bisa kita ubah fungsinya sehingga dijadikan media tambahan dalam pembelajaran kimia baik dalam teori dan praktek sehingga peserta didik merasakan sensasi di dalam ruangan praktikum

berdasarkan hasil sajian diatas, menururt anda efektifkah AL digunakan dalam pembelajaran? jika anda sebagai pendidik, inovasi apa yang anda dapat tawarkan untuk mengembangkan media pembelajaran ? kenapa anda menawarkan inovasi tersebut?



Monday, October 15, 2018

Proses pembelajaran Kimia Abad 21

  18 comments
Proses pembelajaran Kimia Abad 21

      Abad 21 dapat dikatakan sebagai abad pengetahuan – sebuah abad yang ditandai dengan terjadinya transformasi besar-besaran dari masyarakat agraris menuju masyarakat industri dan berlanjut ke masyarakat berpengetahuan (Soh, Arsyad & Osman, 2010). Proses transformasi ini juga ditandai dengan terjadinya seperangkat perubahan sosial dan budaya masyarakat akibat munculnya globalisasi dan derasnya arus informasi.
      Di tengah ketatnya ketidakpastian dan tantangan yang dihadapi setiap orang inilah, maka dibutuhkan perubahan paradigma dalam sistem pendidikan yang harus dapat menyediakan seperangkat keterampilan abad 21 yang dibutuhkan oleh peserta didik guna menghadapi setiap aspek kehidupan global (Soh, Arsad & Osman, 2010). Perubahan yang dimaksud bukanlah menyangkut perubahan konten kurikulum, melainkan perubahan pedagogi, yaitu perubahan dalam bertindak dari simple action ke arah comprehensive action dan peralihan dominasi pengajaran tradisional menuju pengajaran berbasis teknologi.
    Jadi, tujuan dari pendidikan abad 21 adalah mendorong peserta didik agar menguasai keterampilan-keterampilan abad 21 yang penting dan berguna bagi mereka agar lebih responsif terhadap perubahan dan perkembangan jaman. Hal yang terpenting dalam pendidikan abad 21 adalah mendorong peserta didik agar memiliki basis pengetahuan dan pemahaman yang mendalam untuk dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat (life-long learner). Dengan demikian, system pendidikan perlu mempertimbangkan sejumlah aspek yang menjadi domain dalam pendidikan abad 21. Salah satu domain yang sangat penting dalam pendidikan abad 21 adalah “Digital-Age Literacy” menurut dokumen yang ditetapkan dalam enGauge 21st  Century Skills (NCREL & Metiri Group, 2003).
Senada dengan hal tersebut, lewat bukunya yang berjudul The New Division of Labour, Levy & Murnane (2004), mengungkapkan bagaimana komputer mempengaruhi pekerjaan dan memunculkan apa yang disebut sebagai “Otomatisasi”. Levy & Murnane (2004), selanjutnya mengungkapkan bahwa tugas-tugas yang memerlukan keahlian berpikir (expert thinking) dan komunikasi yang kompleks (complex communication) menjadi sangat penting bagi setiap orang dimasa depan, sedangkan tugas-tugas yang bersifat routine cognitive, routine manual dan non-routine manual akan berkurang setiap tahunnya.

Karteristik Abad 21 
           Richard Crawford menyebut proses transformasi abad 21 ini sebagai Era of Human Capital (dalam Sidi, 2003), suatu era di mana ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi komunikasi berkembang sangat pesat yang berdampak pada persaingan bebas yang begitu ketat dalam segala aspek kehidupan manusia. Partnership for 21st Century Skills (2008) menggambarkan perubahan tersebut sebagai berikut:  
   
   In an economy driven by innovation and knowledge, in marketplaces engaged in intense competition and constant

           Perkembangan informasi ini ternyata berdampak luas pada perubahan politik dan ekonomi yang ditandai oleh terjadinya kerjasama skala global-horizontal di seluruh dunia. Dalam skala Asia misalnya, negara-negara yang berada di kawasan ini telah menentukan kesepakatan bersama, yaitu mulai tahun 2003 Asia menerapkan pasar bebas yang disebut dengan Asian Free Trade Area (AFTA) dan Negaranegara di Asia Tenggara menetapkan apa yang disebut Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).  
          Dengan era pasar bebas tersebut, setiap orang dituntut agar dapat menghadapi persaingan bebas. Untuk dapat bersaing di era globalisasi seperti saat ini, seorang ekonom Alan Bidder (dalam Levy & Murnane, 2004), mengungkapkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, kemampuan membuat keputusan, dan kemampun untuk berkomunikasi menjadi kunci agar kebal terhadap berkembangnya otomatisasi dan globalisasi. Konsekuensi logisnya adalah bahwa keberadaan sumber daya manusia yang unggul dan memadai di masa yang mendatang menempati posisi yang sangat penting dan strategis.

Pendidikan Abad 21 
            Tidak dapat dipungkiri bahwa ide dasar pendidikan adalah membangun manusia supaya dia bisa survive melindungi diri terhadap alam serta mengatur hubungan antar-manusia, terlebih ketika pendidikan dihadapkan pada era dimana setiap orang harus berkompetisi pada berbagai sektor  kehidupan pada abad 21. Dengan demikian,  penyelenggaraan pendidikan di abad 21 harus senantiasa adaptif terhadap perubahan jaman. 
       Sistem pendidikan yang adaptif bermakna perlunya sinergitas antara rancangan proses pendidikan dengan perkembangan pengetahuan terkini yang oleh Hawes-Neisbitt (2005) disebut sebagai ‘modern education’ dan oleh Mark Treadwell (2011) disebut sebagai “Nouvelle Comprehension”. Sadar akan pentingnya tuntutan “penciptaan” SDM yang unggul, maka sistem serta model pendidikan pun harus mengalami transformasi.
       Perubahan pendekatan pola penyelenggaraan pembelajaran dari yang berorientasi pada diseminasi materi mata pelajaran menjadi pembelajaran dari berbagai perspektif ilmu pengetahuan (multidisiplin atau ragam mata ajar) menjadi hal krusial yang diperlukan saat ini. Contoh-contoh kasus sehari-hari yang ditemui di masyarakat, masalah-masalah yang bersifat dilematis atau paradoks, tantangan riset yang belum terpecahkan, simulasi kejadian di dunia nyata, merupakan sejumlah contoh materi pelajaran kontekstual yang dapat dicerna oleh peserta ajar dengan mudah. Trilling & Fadel (2009), menyampaikan bahwa di abad 21 pendidikan harus senantiasa bergerak sejalan dengan kemajuan zaman – pergerakan ini didasarkan atas perubahan paradigma pendidikan dari yang bersifat konvensional menuju pendidikan abad modern. Rangkuman pergeseran paradigma tersebut dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:

Lebih lanjut BNSP (2010), menyatakan bahwa untuk mencapai pendidikan abad 21 diperlukan perubahan pada model pendidikan di masa datang, yakni: proses pembelajaran: dari berpusat pada guru menuju berpusat pada peserta didik, dari isolasi menuju lingkungan jejaring, dari pasif menuju aktifmenyelidiki, dari maya/abstrak menuju konteks dunia nyata, dari pribadi menuju pembelajaran berbasis tim, dari luas menuju perilaku khas memberdayakan kaidah keterikatan, dari stimulasi rasa tunggal menuju stimulasi ke segala penjuru, dari alat tunggal menuju alat multimedia, dari hubungan satu arah bergeser menuju kooperatif, dari produksi massa menuju kebutuhan pelanggan, dari usaha sadar tunggal menuju jamak, dan dari satu ilmu pengetahuan bergeser menuju pengetahuan disiplin jamak.

Aspek keterampilan dalam domain  Digital-Age Literacy berdasarkan enGauge 21st Century Skill 

          Di abad 21, kemampuan literasi tidak hanya terbatas paka kemampuan membaca, mendengar, menulis dan berbicara secara lisan, namun lebih daripada itu, kemampuan literasi ditekankan pada kemampuan literasi yang terkoneksi satu dengan lainnya di era digital seperti saat ini.  
        NCREL & Metiri Group, (2003), dalam enGauge 21st Century Skills, menyatakan bahwa literasi di era digital mencakup beberapa komponen, antara lain: (1). Literasi dasar – kemampuan dalam berbahasa (khususnya bahasa inggris) dan kemampuan matematis; (2) Literasi sains – pengetahuan dan pemahaman tentang konsep dan proses sains; (3) Literasi teknologi – pengetahuan tentang apa itu teknologi, bagaimana cara kerjanya dan bagaimana cara menggunakannya secara efektif dan efisien; (4) Literasi ekonomi – pengetahuan tentang masalah, situasi dan perkembangan ekonomi; (5) Literasi visual – pengetahuan tentang cara menggunakan, menginterpretasikan dan menghasilkan gambar dan video menggunakan media konvensional dan modern; (6) Literasi informasi – kemampuan untuk memperoleh, menggunakan dan mengevaluasi informasi secara efektif dan efisien dari berbagai sumber; (7) Literasi multicultural – kemampuan untuk mengapresiasi perbedaan nilai, keyakinan dan budaya orang lain; dan (8) Kesadaran global – kemampuan untuk memahami dan permasalahan di tingkat global.


Pengertian Literasi Sains dan Literasi Kimia 
           Literasi sains (LS) sebenarnya bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan. Namun, sejak dua dekade terakhir, literasi sains menjadi topik utama dalam setiap pembicaraan mengenai tujuan pendidikan sains di sekolah. Literatur dalam bidang pendidikan sains juga menunjukkan bahwa literasi sains semakin diterima dan dinilai oleh para pendidik sebagai hasil belajar yang diharapkan (Lederman, 2014). Trend dalam kebijakan pendidikan sains di abad 21 ini menekankan pentingnya literasi sains dalam pendidikan sains sebagai transferable outcome (Fives et al, 2014). Diskusi tentang tujuan pendidikan sains seringkali diawali dengan isu “literasi sains” dan frasa itu mewakili harapan kita tentang apa yang seharusnya diketahui dan mampu dilakukan oleh siswa sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.  Walaupun sebenarnya, pengertian literasi sains itu sendiri jika dikaitkan dengan implementasi pembelajarannya di kelas masih dapat diperdebatkan karena istilah literasi sains itu cenderung abstrak sehingga menimbulkan interpretasi yang bermacam-macam berkaitan dengan hasil belajar yang diharapkan. Namun secara global telah disepakati bahwa tujuan utama mengembangkan literasi sains adalah agar siswa memiliki kemampuan dalam memahami perdebatan sosial mengenai permasalahan-permasalahan yang terkait sains dan teknologi dan turut berpartisipasi didalam perdebatan itu (Roth & Lee, 2004). Literasi sains memfokuskan pada membangun pengetahuan siswa untuk menggunakan konsep sains secara bermakna, berfikir secara kritis dan membuat keputusankeputusan yang seimbang dan memadai terhadap permasalahan-permasalahan yang memiliki relevansi terhadap kehidupan siswa. Akan tetapi masih sering dijumpai bahwa praktek pembelajaran sains di berbagai negara mengabaikan dimensi sosial pendidikan sains dan dorongan untuk mengembangkan ketrampilan-ketrampilan siswa yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat (Hofstein, Eilks & Bybee, 2011).

       Definisi literasi kimia berasal dari definisi literasi sains dan dapat didefinisikan dari dua kerangka teoritis utama, yaitu definisi Program for International Student Assessment, PISA (OECD, 2006; OECD, 2015) dan definisi Shwartz et al (2005, 2006a) yang dibangun atas dasar kesepakatan antara ilmuwan, pendidik, dan guru kimia Sebenarnya, kedua definisi ini bersumber dari definisi literasi sains yang dikemukakan oleh Bybee (1997).  
           OECD (2016:3) menjelaskan bahwa dalam upaya memahami dan terlibat dalam diskusi kritis tentang isu-isu sains dan teknologi, ada tiga kompetensi spesifik dalam literasi sains yang dibutuhkan yaitu menjelaskan fenomena sains secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan atau inkuiri, dan menafsirkan data secara ilmiah. Semua kompetensi tersebut membutuhkan pengetahuan. Menjelaskan fenomena sains dan teknologi secara ilmiah membutuhkan pengetahuan tentang materi sains yang disebut pengetahuan konten (content knowledge), kompetensi kedua dan ketiga membutuhkan lebih dari pengetahuan yang diketahui, yaitu pemahaman tentang bagaimana pengetahuan ilmiah tersebut dibangun dan diyakini. Pengetahuan ini disebut dengan pengetahuan prosedural (procedural knowledge) dan pengetahuan epistemik (epistemic knowledge). Pengetahuan prosedural merupakan standar prosedur yang mendasari metode yang beragam dan praktek yang digunakan untuk membangun pengetahuan ilmiah. Pengetahuan epistemik beberapa menyebutnya sebagai hakekat sains (nature of science) (Lederman, 2006:831), “ide-ide tentang sains” (Millar & Osborne, 1998), atau praktek ilmiah (scientific practices) (NRC, 2012).

Menurut Shwartz et al. (2006a) literasi kimia mencakup empat domain, yaitu:
1. Pengetahuan materi kimia dan gagasan  ilmiah 
Seorang yang berliterasi kimia akan memahami:
a. Gagasan ilmiah umum
Kimia adalah disiplin ilmu eksperimental. Kimiawan melakukan inkuiri ilmiah, membuat generalisasi, dan mengajukan teori untuk menjelaskan fenomena alam semesta. 
Kimia menyediakan pengetahuan yang digunakan untuk menjelaskan fenomena dalam bidang lain, misalnya ilmu bumi atau ilmu biologi. 
b. Ide-ide pokok kimia 
Kimia mencoba menjelaskan  fenomena makroskopis dalam bentuk struktur molekul materi. 
Kimia menyelidiki dinamika proses dan reaksi. 
Kimia menyelidiki perubahan energi yang terjadi dalam reaksi kimia. 
Kimia bertujuan memahami dan menjelaskan kehidupan dikaitkan dengan struktur kimia dan proses dalam sistem kehidupan. 
Kimia menggunakan bahasa khusus. Orang yang berliterasi tidak harus menggunakan bahasa ini, tapi sebaiknya mengapresiasi kontribusi bahasa tersebut pada perkembangan disiplin kimia. 

2. Kimia dalam konteks
Seseorang yang berliterasi kimia harus dapat:   
Mengakui pentingnya pengetahuan kimia dalam menjelaskan fenomena/situasi dalam kehidupan sehari-hari. 
Menggunakan pemahamannya tetang kimia dalam kehidupannya sehari-hari, sebagai konsumen produk dan teknologi baru, dalam pengambilan keputusan, dan dalam keikutsertaannya dalam perdebatan sosial tentang isu-isu terkait kimia.  
Memahami hubungan antara inovasi kimia dengan proses sosial.  

3. Keterampilan belajar tingkat tinggi 
Seseorang yang berliterasi kimia mampu: 
Mengidentifikasi isu-isu ilmiah
Menjelaskan fenomena ilmiah 
Menggunakan bukti-bukti ilmiah
Mengevaluasi pro/kontra
perdebatan.

4. Aspek afektif. 
Seseorang yang berliterasi kimia memiliki pandangan yang adil dan rasional terhadap kimia dan aplikasinya, menunjukkannya minat terhadap masalah-masalah terkait kimia, khususnya di lingkungan non formal seperti media massa. Ratcliffe and Millar (2009) mengemukakan bahwa sikap merupakan aspek yang penting dalam literasi sains karena tanggapan siswa terhadap isu-isu ilmiah menunjukkan ketertarikannya terhadap isu-isu tersebut, seberapa besar dukungan mereka terhadap isu-isu tersebut dan rasa tanggung jawab yang mereka miliki terhadap situasi tersebut.





Berdasarkan pembahasan diatas, bagaimana hubungan perkembangan proses pembelaj ran kimia abad 21 dengan literasi? Berikanlah satu contoh pembelajran kimia yang menggunakan prinsip abad 21? Dan berikanlah inovasi yang anda berikan di proses pembelajaran yang saat ini berlangsung? 

Monday, October 8, 2018

Prinsip Desain Sistem Pembelajran

  22 comments

Prinsip Desain Sistem Pembelajaran Kimia

Desain pembelajaran merupakan upaya untuk “membelajarkan” peserta didik. Desain pembelajaran juga disebut dengan suatu rancangan yang dibuat secara sistematis dan sistemik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.  Menurut Reiser & Dempesey (2007) desain pembelajaran dibuat dengan proses sistematis yang digunakan untuk mengembangkan program pendidikan dan pelatihan secara konsisten dan dapat diandalkaan.

Desain bermakna adanya keseluruhan, struktur, kerangka atau outline, dan urutan atau sistematika kegiatan (Gagnon dan Collay, 2001). Selain itu, kata desain juga dapat diartikan sebagai proses perencanaan yang sistematika yang dilakukan sebelum tindakan pengembangan atau pelaksanaan sebuah kegiatan (Smith dan Ragan, 1993, p. 4). Sedangkan desain pembelajaran adalah kisi-kisi dari penerapan teori belajar dan pembalajaran untuk memfasilitasi proses belajar seseorang (Reigeluth, 1983). Desain pembelajaran juga diartikan sebagai proses merumuskan tujuan, strategi, teknik, dan media.

Sementara itu desain pembelajaran sebagai proses menurut Syaiful Sagala (2005:136) adalah pengembangan pengajaran secara sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran unuk menjamin kualitas pembelajaran. Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penyusunan perencanaan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pembelajaran yang dianut dalam kurikulum yang digunakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan  desain pembelajaran adalah praktek penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik, perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa, dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. 

Desain pembelajaran tidak hanya berperan sebagai pendekatan yang terorganisasi untuk memproduksi dan mengembangkan bahan ajar, tetapi juga merupakan sebuah proses genetic yang dapat digunakan untuk menganalisis masalah pembelajaran dan kinerja manusia serta menetukan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Desain pembelajaran lazimnya dimulai dari kegiatan analisis yang digunakan untuk menggambarkan masalah pembelajaran sesungguhnya yang perlu dicari solusinya. Setelah dapat menentukan masalah yang sesungguhnya maka langkah selanjutnya adalah menentukan alternaif solusi yang akan digunakan untuk mengatasi masalah pembelajaran.  Seorang perancang program pembelajaran perlu menentukan solusi yang tepat dari berbagai alternatif  yang ada. Selanjutnya ia dapat menerapkan solusi tersebut untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Evaluasi adalah langkah selanjutnya, sehingga nantinya bias mengetahui rancangan atau desain yang sesuai dengan pembelajaran dan desain tersebut busa diaplikasikan dalam proses pembelajaran.

Secara garis besar desain pembelajaran terdiri dari lima langkah penting, yaitu:
  1. Analisis lingkungan dan kebutuhan belajar siswa.
  2. Merancang spesifikasi proses pembelajaran yang efektif dan efesien serta sesuai dengan         lingkungan dan kebutuhan belajar siswa.
  3. Mengembangkan bahan-bahan untuk digunakan dalam kegiatan pembelajaran.
  4. Implementasi desain pembelajaran.
  5. Implementasi evaluasi formaif dan sumatif terhadap program pembelajaran

Tujuan sebuah desain pembelajaran adalah untuk mencapai solusi terbaik dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sejumlah informasi yang tersedia. Dengan demikian, suatu desain muncul karena kebutuhan manusia untuk memecahkan suatu persoalan yang dihadapi. Menurut Morisson, Ross & Kemp (2007) terdapat empat komponen dasar dalam perencanaan desain pembelajaran. Keempat hal tersebut mewakili pertanyaan pertanyaan berikut:
  • Untuk siapa program ini dibuat dan dikembangkan? (karakteristik siswa atau peserta ajar)
  • Anda ingin siswa atau peserta ajar mempelajari apa? (tujuan)
  • Isi pembelajaran seperti apa yang paling baik untuk dipelajari? (strategi pembelajaran)
  • Bagaimanakah cara anda mengukur hasil pembelajaran yang telah dicapai? (prosedur evaluasi)

Komponen Utama Desain Pembelajaran
Komponen utama dari desain pembelajaran adalah:
  1. Pembelajar (pihak yang menjadi fokus) yang perlu diketahui  meliputi, karakteristik mereka, kemampuan awal dan pra syarat.
  2. Tujuan Pembelajaran (umum dan khusus) Adalah penjabaran  kompetensi yang akan dikuasai oleh pembelajar.
  3. Analisis Pembelajaran, merupakan proses menganalisis topik atau materi yang akan dipelajari
  4. Strategi Pembelajaran, dapat dilakukan secara makro dalam kurun satu tahun atau mikro dalam kurun satu kegiatan belajar mengajar.
  5. Bahan Ajar, adalah format materi yang akan diberikan kepada pembelajar
  6. Penilaian Belajar, tentang pengukuran kemampuan atau  kompetensi ang sudah dikuasai atau belum.

Esensi desain pembelajaran hanyalah mencakup empat komponen, yaitu : peserta didik, tujuan, metode, evaluasi.(Kemp, Morrison dan Ross, 1994)
1.      Peserta didik
Dalam menentukan desain pembelajaran dan mata pelajaran yang akan disampaikan perlu diketahui bahwa yang sebenarnya dilakukan oleh para desainer adalah menciptakan situasi belajar yang kondusif sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dan peserta didik merasa nyaman dan termotivasi dalam proses belajarnya. Peserta didik sebelum dan selama belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai factor baik fisik maupun mental, misalnya kelelahan, mengantuk, bosan, dan jenuh.
2.      Tujuan
Setiap rumusan tujuan pembelajaran selalu dikembangkan berdasarkan kompetesi atau kinerja yang harus dimiliki oleh peserta didik jika ia selesai belajar. Seandainya tujuan pembelajaran atau kompetensi dinilai sebagai sesuatu yang rumit, maka tujuan pembelajaran tersebut dirinci menjadi subkompetensi yang dapat mudah dicapai.
3.      Metode
Metode terkait dengan stratei pembelajaran yang sebaiknya dirancng agar proses belajar berjalan mulus. Metode adalah cara-cara atau teknik yang dianggap jitu untuk menyampaikan materi ajar. Dalam desain pembelajaran langkah ini sangat penting karena metode inilah yang menentukan situasi belajar yang sesungguhnya. Di lain pihak kepiawaian seorang desainer pembelajaran juga terlihat dalam cara menentukan metode. Pada konsep ini meode adalah komponen strategi pembelajaran yang sederhana.
4.      Evaluasi
Konsep ini menganggap menilai hasil belajar peserta didik sangat penting. Indikator keberhasilan pencapaian suatu tujuan belajar dapat diamati dari penilaian hasil belajar. Seringkali penilaian dilakukan dengan cara menjawab soal-soal objektif. Penilaian juga dapat dilakukan dengan format non soal, yaitu dengan instrument pengamatan, wawancara, kuesioner dan sebagainya.

Prinsip – Prinsip Desain Instruksional (berdasarkan Teori Belajar / Psikologi  dan hasil penelitian) :
  1. Pengulangan respon yang menyenangkan (pengulangan)
  2. Tujuan tujuan instruksional yang jelas (penciptaan kondisi perilaku belajar, metode dan media)
  3. Pemberian penguatan (umpan balik nilai, pujian, penghargaan)
  4. Pemberian contoh dari alam nyata
  5. Pemberian contoh dan non-contoh
  6. Perhatian dan ketekunan
  7. Pemecahan materi menjadi lebih kecil
  8. Penggunaan model
  9. Pemecahan keterampilan umum menjadi keterampilan khusus
  10. Pemberian informasi kemajuan belajar
  11. Perbedaan kecepatan belajar (prasyarat / entry behavior)
  12. Mengatur sendiri waktu, cara dan sumber

Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran (Filbeck, 2001)
  • Respon-respon baru diulang sebagai akibat dari respon tersebut
  • Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda yang terdapat dalam lingkungan peserta didik. 
  • Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan pemberian akibat yang menyenangkan
  • Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula. 
  • Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti pemecahan masalah
  • Status mental siswa/mahasiswa untuk menghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa/mahasiswa selama proses belajar. 
  • Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik untuk penyelesaian setiap langkah akan membantu sebagian besar siswa/mahasiswa. 
  • Kebutuhan memecah materi belajar yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil akan dapat dikurangi bila materi belajar yang kompleks dapat diwujudkan dalam suatu model. 
  • Keterampilan tingkat tinggi seperti keterampilan mermecahkan masalah adalah perilaku kompleks yang terbentuk dari komposisi keterampilan dasar yang lebih sederhana
  • Belajar cenderung menjadi cepat dan efisien serta menyenangkan bila mahasiswa diberi informasi bahwa ia menjadi lebih mampu dalam keterampilan memecahkan masalah. 
  • Perkembangan dan kecepatan belajar mahasiswa bervariasi, ada yang maju dengan cepat, ada yang lebih lambat.
  • Dengan persiapan mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan meng- organisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar. 

Desain Instruksional dapat dilakukan melalui 2 pendekatan :
  1. Pendekatan-pengetahuan (knowledge-oriented); peserta harus dapat menjelaskan prinsip-prinsip desain instruksional
  2. Pendekatan-produk (product-oriented), peserta diharuskan menerapkan prinsip-prinsip ini dalam mendesain sesuatu, menghasilkan produk desain


Fungsi Desain Instruksional 
Menurut Applied Research Laboratory, Pen State University terdiri dari:
Desain instruksional sebagai sebuah proses
sebagai pengembangan yang sistematis tentang spesifikasi pembelajaran dengan belajar dan teori instruksional untuk menjamin mutu pengajaran. Desain instruksional mencakup seluruh proses analisis kebutuhan dan tujuan pembelajaran dan pengembangan sistem penyajian untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Ini termasuk pengembangan bahan ajar dan kegiatan, dan uji coba dan evaluasi dari semua kegiatan pengajaran dan pelajar
Desain instruksional sebagai sebuah disiplin
cabang pengetahuan yang menaruh perhatian pada penelitian dan teori tentang strategi pembelajaran dan proses untuk mengembangkan dan penerapannya. 
Desain instruksional sebagai sains
ilmu menciptakan spesifikasi rinci untuk pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemyang memfasilitasi pembelajaran pada unit-unit besar dan kecil dari materi pelajaran di semua tingkat yang kompleks
Desain instruksional sebagai realitas
Desain instruksional dapat mulai pada setiap titik dalam proses desain. Seringkali secercah ide dikembangkan untuk memberikan inti dari situasi instruksi. Pada saat seluruh proses dilakukan desainer melihat ke belakang dan dia atau dia memeriksa untuk melihat bahwa semua bagian dari “ilmu” telah diperhitungkan. Kemudian seluruh proses ditulis seolah-olah itu terjadi secara sistematis

Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran

Menurut  Filbeck (dalam Suparman, 2001) terdapat dua belas prinsip pembelajaran dalam pembelajaran untuk dijadikan perhatian para perancang pembelajaran, yaitu:

  1. Respon-respon baru diualang sebagai akibat dari respon tersebut. Bila respon itu berakibat menyenangkan, mahasiswa (learner) cenderung untuk mengulang respon  tersebut  karena  memelihara  akibat  yang  menyenangkan.  Implikasi dalam kegiatan pembelajaran antara lain: perlunya pemberian umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respon yang benar dari peserta didik dan sebaliknya peserta didik harus aktif membuat respon.
  2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon, tetapi juga di bawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda yang terdapat dalam lingkungan peserta didik. Implikasi prinsip ini pada teknologi pembelajaran adalah perlunya menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas kepada peserta didik sebelum pembelajaran dimulai.
  3. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya  bila  tidak  diperkuat dengan  pemberian  akibat  yang menyenamgkan. Implikasi prinsip ini adalah pemberian isi pelajaran yang berguna pada peserta didik di dunia luar dan memberikan umpan balik berupa imbalan dan penghargaan terhadap keberhasilannya.
  4. Belajar  yang  berbentuk  respon  terhadap  tanda-tanda  yang  terbatas  akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula. Imlikasinya adalah pemberian kegiatan belajar pada peserta didik yang sesuai dan berhubungan dengan dunia nyata/kehidupan sehari-hari.
  5. Belajar  menggeneralisasikan  dan  membedakan  adalah  dasar  untuk  belajar sesuatu yang kompleks seperti pemecahan masalah. Implikasi dari prinsip ini adalah  pemberian contoh secara jelas atas materi pelajaran yang diberikan kepada peserta didik.
  6. Status  mental  mahasiswa  untuk  menghadapi  pelajaran  akan  mempengaruhi perhatian  dan  ketekunan  mahasiswa  selama  proses  belajar.  Imlplikasinya adalah pentingnya menarik perhatian peserta didik untuk mempelajari isi pelajaran.
  7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik untuk penyelesaian setiap langkah akan membantu sebagian besar mahasiswa.  Implikasinya adalah digunakannya bahan belajar terprogram dan analisis  pengalaman  belajar  peserta  didik  menjadi  kegiatan-kegiatan  kecil disertai latihan dan pemberian umpan balik.
  8. Kebutuhan memecah materi belajar yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil akan dapat dikurangi bila materi belajar yang kompleks dapat diwujudkan dalam suatu model. Implikasinya adalah penggunaan media dan metode pembelajaran yang dapat menggambarkan materi yang kompleks.
  9. Keterampilan   tingkat  tinggi  seperti  keterampilan   mermecahkan  masalah adalah perilaku kompleks yang terbentuk dari komposisi keterampilan dasar yang lebih sederhana. Implikasinya adalah perumusan tujuan umum pembelajaran dalam bentuk hasil belajar yang operasional agar dapat dianalisis menjadi tujuan- tujuan yang lebih khusus.
  10. Belajar  cenderung  menjadi   cepat   dan  efisien   serta  menyenangkan   bila mahasiswa diberi informasi bahwa ia menjadi lebih mampu dalam keterampilan memecahkan masalah.  Implikasinya  adalah  pengurutan  pelajaran  harus dimulai   dari   yang  sederhana  secara  bertahap  menuju  kepada  yang  lebih komples dan kemajuan peserta didik dalam menyelesaikan pelajaran harus diinformasikan kepadanya  agar keyakinan  kepada  kemampuan  dirinya  lebih besar.
  11. Perkembangan dan kecepatan belajar mahasiswa bervariasi, ada yang maju dengan cepat, ada yang lebih lambat. Implikasinya adalah pentingnya penguasaan   peserta   didik   terhadap   materi   pelajaran   menjadi   prasarat sebelum mempelajari materi selanjutnya dan peserta didik diberikan kesemapatan maju menurut kecepatan masing-masing.
  12. Dengan persiapan mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan  kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar. Implikasinya adalah pemberian kemungkinan bagi peserta didik untuk memilih waktu, cara, dan sumber-sumber lain disamping yang sudah ditetapkan.


Reiser & Dempsey, 2007 mengemukakan bahwa desain instruksional bersifat dinamis, dan makna cybernetic bahwa unsur-unsur dapat diubah dan berkomunikasi atau bekerja sama dengan mudah. Ciri-ciri dari saling tergantung, sinergis, dinamis, dan cybernetic diperlukan dalam rangka untuk memiliki proses desain instruksional yang efektif. Selain itu, desain instruksional berpusat pada belajar, berorientasi pada tujuan utama, termasuk kinerja bermakna, termasuk hasil yang terukur adalah mengoreksi diri dan empiris serta merupakan upaya kolaborasi.



Model-Model Desain Instuksional
Desain instruksional atau sering sebut perencanaan pengajaran, telah lama mendapat perhatian dari pakar pengajaran. Banyak pakar yang mengembangkan model-model desain instruksional dengan pola-pola tertentu.
Secara umum, desain instruksional dirancang sebenarnya untuk menjawab 3 pertanyaan pokok, yaitu: 1. Apa yang dipelajari? (tujuan pembelajaran); 2. Apa/bagaimana prosedur dan sumber-sumber belajar yang tepat untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan? (kegiatan dan sumber) 3. Bagaimana mengetahui bahwa hasil belajar yang diharapkan tercapai(evaluasi). Dalam dunia perencanaan pengajaran harus mengenal model-model perencanaan yang dikembangkan oleh pakar misalnya: Tyler, Hilda, Taba, Dick and Carey, dan Kempt. Adanya variasi model desain tersebut disebabkan latar belakang pendekatan, prinsip, faktor sistem pendidikan yang dianut dan kemudian dikembangkan oleh masing-masing pakar.
1.      Model Dick dan Carey
Dick, Carey, dan Carey (2001) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah system dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sistematis. Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekatan system. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan Crey (2001) bahwa pendekatan system selalu mengacu kepada tahapan umum system pengembangan pembelajaran (Instructional System Development/ISD). Jika berbicara masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika mengunakan istilah Instructional Design (ID) mengacu pada Instructional System Development  (ISD) yaitu tahapan analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah yang menjadi payung bidang (Dick, Carey, dan Crey  2001).
2.      Model Assure
Model Assure adalah salah satu petunjuk dan perencanaan yang bisa membantu untuk bagaimana cara merencanakan, mengidentifikasi, menentukan tujuan, memilih metode dan bahan, serta evaluasi. Model assure ini merupakan rujukan bagi pendidik dalam membelajarkan peserta didik dalam pembelajaran yang direncanakan dan disusun secara sistematis dengan mengintegrasikan teknologi dan media sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif dan  bermakna bagi peserta didik. (wordpress.com:2011)
3.      Model Jerold E. Kemp, dkk
Model desain system pembelajaran yang dikemukakan oleh Jerold E. Kemp dkk berbentuk lingkaran menunjukkan adanya proses kontinyu dalam menerapkan desain system pembelajaran, yang terdiri dari beberapa komponen diantaranya 
  • Mengidentifikasi masalah dan menetapkan tujuan pembelajaran 
  • Menentukan dan menganalisis karakter siswa
  • Mengidentifikasi materi dan menganalisis komponen tugas belajar yang berkaitan dengan  pencapaian tujuan pembelajaran
  • Menetapkan tujuan pembelajaran khusus bagi siswa
  • Membuat sistematika panyampaian materi pembelajaran secara sistematik dan logis
  • Merancang strategi pembelajaran
  • Menetapkan metode untuk menyampaikan materi pelajaran
  • Mengembangkan instrumen evaluasi
  • Memilih sumber-sumber yang dapat mendukung aktivitas pembelajaran
berdasarkan penyajian diatas, menurut kalian permasalahan apa yang ada didalam pembelajaran terkait desain pembelajaran? Setelah kalian  menemukan permasalahannya berikan solusi terhadap permasalahan tersebut? buatlah desain pembelajaran kimia yang ideal menurut kalian?

Friday, October 5, 2018

Landasan psikologis Pengembangan Kurikulum

  17 comments


Landasan psikologis Pengembangan Kurikulum 

Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa.

Landasan Psikologis
Landasan ini didasarkan pada prinsip bahwa perkembangan seseorang dipengaruhi oleh lingkungan dan kematangan. Lingkungan yang dimaksud dapat berasal dari proses pendidikan. Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan dalam pendidikan tentu saja berkaitan dengan proses perubahan yang terjadi pada peserta didik. Dengan adanya kurikulum diharapkan perubahan yang terjadi pada peserta didik dapat membentuk kemampuan atau kompetensi aktual maupun potensial

Karakteristik   perilaku   setiap    individu   pada    berbagai   tingkatan perkembangan merupakan kajian dari psikologi perkembangan. Oleh karena itu, dalam pengembangan kurikulum harus senantiasaberhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik maka landasan psikologi mutlak harus menjadi dasar pengembangan kurikulum. Perkembangan-perkembangan yang dialami oleh peserta didik, pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru/pendidik harus selalu mencari upaya untuk dapat membelajarkan peserta didik. Cara belajar dan mengajar yang dapat memberikan hasil optimal tentu memerlukan pemikiran yang mendalam, yaitu dilihat dari kajian psikologi belajar (Susilana, dkk.: 2006).

Anak adalah pribadi yang unik harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum pendidikan. Setiapanak merupakan pribadi tersendiri dan memiliki perbedaan dan juga persamaan. Implikasinya adalah: a) setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhannya; b) di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap  anak disekolah, disediakan pula pelajaran yang sesuai dengan minat anak; c)kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan, juga menyediakan bahan saja yangbersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikut; dan d) kurikulum   memuat   tujuan-tujuan  yang  mengandung   pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

Implikasi lain dari perkembangan anak terhadap proses pembelajaran menurut Susilana, dkk (2006) adalah : a) tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu berpusat pada perubahan tingkah laku peserta didik; b) bahan/materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak; c) strategi  belajar  mengajar  yang  digunakan  harus  sesuai  dengan  taraf perkembangan anak;  dan d)media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat anak;
           
sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan dijalankan secara terus-menerus. Pada hakikatnya, pandangan tentang seseorang dalam belajar dipengaruhi oleh aliran psikologi belajr Pada perkembangannya, psikologi belajar atau teori belajar ini memuat berbagai aliran, misalnya teori Disiplin Mental atau teori Daya, Behaviorisme, dan Perkembangan Mental. Pengaruh dari teori belajar terhadap proses belajar seseorang akan dibahas secara khusus dalam prinsip-prinsip belajar.

Landasan Psikologi dalam Proses Pengembangan Kurikulum
Dengan menerapkan landasan psikologi dalam proses pengembangan kurikulum diharapkan dapat diupayakan pendidikan yang dilaksanakan relevan dengan hakikat peserta didik, baik penyesuaian dari segi materi/bahan yang harus diberikan/dipelajari peserta didik, maupun dari segi penyampaian dan proses belajar serta penyesuaian dari unsur–unsur upaya pendidikan lainnya.

Pada dasarnya terdapat dua cabang ilmu psikologi yang berkaitan erat dalam proses pengembangan kurikulum, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan perkembangannya.

Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan kurikulum.

Karakteristik perilaku tiap individu pada tiap tingkat perkembangan merupakan kajian yang terdapat dalam cabang psikologi perkembangan. Oleh sebab itu, dalam pengembangan kurikulum yang senantiasa berhubungan dengan program pendidikan untuk kepentingan peserta didik, maka landasan psikologi mutlak harus dijadikan dasar dalam proses pengembangan kurikulum. Perkembangan yang dialami oleh peserta didik pada umumnya diperoleh melalui proses belajar. Guru sebagai pendidik harus mengupayakan cara/metode yang lebih baik untuk melaksanakan proses pembelajaran guna mendapatkan hasil yang optimal, dalam hal ini proses pembelajaran mutlak diperlukan pemikiran yang mendalam dengan memperhatikan psikologi belajar.

Psikologi perkembangan diperlukan terutama dalam hal penentuan isi kurikulum yang diberikan/dipelajari peserta didik, baik tingkat kedalaman dan keluasan materi, tingkat kesulitan dan kelayakannya serta manfaatnya yang disesuaikan dengan tahap dan tugas perkembangan peserta didik. Psikologi belajar memberikan sumbangan terhadap pengembangan kurikulum terutama berkenaan dengan bagaimana kurikulum itu diberikan kepada peserta didik dan bagaimana peserta didik harus mempelajarinya, berarti berkenaan dengan strategi pelaksanaan kurikulum.

Anak sejak dilahirkan sudah memperlihatkan keunikan–keunikan yang berbeda satu sama lainnya, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan dan gerakan–gerakan tubuhnya. Hal ini menggambarkan bahwa sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Di dalam psikologi perkembangan terdapat banyak pandangan ahli berkenaan dengan perkembangan individu pada tiap–tiap fase perkembangan.

Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain;
1.         Tiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
2     Di samping disediakan pembelajaran yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
3.       Kurikulum selain menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
4.     Kurikulum memuat tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.

Apa yang menjadikan dasar sehingga tahapan perkembangan itu dibedakan atas secara umum dansecara khusus? Kemudian apa yang menjadi tujuan sehingga muncul  psikologi   pendidikan?
Dalam tahapan perkembangan secara khusus terbagimenjadi kognitif dan afeksi. Sementara kita ketahuidalam dunia pendidikan menurut Bloom ada 3 ranahyaitu kognitif, psikomotorik, dan afeksi. Bagaimana dengan psikomotorik? Kenapa tidak ada batasan secara khusus?
Bila didasarkan pada landasan psikologis pengembangan kurikulum. bagaimana cara kita mengembangkan metode pembelajaran agar sesuai dengan pskologi anak?